Ilmu Tanpa Laku
(Tono datang menemui Mbah Jarkoni di dapur belakang yang semi terbuka. Ia tampak bersemangat, matanya berbinar penuh pengetahuan baru.)
Tono: "Mbah, saya ini habis ikut retret pencerahan lagi. Luar biasa, Mbah! Saya sudah dapat banyak 'ilmu' baru. Saya sudah paham bedanya Samatha dan Vipassana, sudah hafal Delapan Jalan Utama, bahkan sekarang saya bisa menjelaskan konsep Anatta atau 'tanpa-diri' dengan sangat baik. Rasanya kepala saya ini penuh sekali dengan kebijaksanaan, Mbah."
Mbah Jarkoni: (Sambil mengupas singkong dengan pisaunya yang tua, ia tersenyum tipis) "Wah, hebat kamu, Le. Kamu itu sudah jadi koki paling pintar di seluruh dunia... tapi cuma di dalam kepalamu saja."
Tono: (Sedikit bingung) "Maksudnya bagaimana, Mbah?"
Mbah Jarkoni: "Kepalamu itu sudah seperti perpustakaan yang isinya seribu resep masakan paling lezat. Kamu hafal resep 'Rendang Kesabaran' dari Padang. Kamu tahu bumbu-bumbu 'Gudeg Keikhlasan' dari Jogja. Kamu bahkan bisa menjelaskan cara memasak 'Soto Pencerahan' dari Lamongan sampai ke detail terkecilnya."
Tono: "Betul, Mbah! Saya merasa sangat paham."
Mbah Jarkoni: (Berhenti mengupas, lalu menatap Tono dengan lekat) "Kamu paham resepnya. Tapi Mbah mau tanya... dapurmu itu kapan terakhir kali ngebul?"
Tono: "Dapur, Mbah?"
Mbah Jarkoni: "Iya, dapur kehidupanmu! Apa kamu benar-benar pernah meracik 'bumbu sabar' waktu disalip orang di jalan tadi pagi? Apa kamu pernah menyajikan 'gudeg ikhlas' waktu rencanamu digagalkan oleh hujan? Atau jangan-jangan, kamu cuma sibuk membaca dan menghafal resepnya saja?"
(Mbah menunjuk perut Tono dengan ujung pisaunya.)
Mbah Jarkoni: "Ilmumu banyak, resepmu hebat, dan koleksi bukumu paling lengkap. Tapi 'perut' batinmu itu tetap keroncongan, Tono. Karena yang kenyang selama ini cuma angan-anganmu, cuma otakmu yang bangga karena hafal banyak resep, bukan jiwamu yang butuh makanan."
Tono: "Waduh... mak jleb sekali, Mbah. Lalu apa yang harus saya lakukan? Apa semua ilmu yang saya pelajari itu sia-sia?"
Mbah Jarkoni: "Ilmunya tidak sia-sia, itu resep yang sangat berharga! Tapi resep itu nggak ada gunanya kalau cuma disimpan di rak buku. Mulai hari ini, Mbah kasih kamu satu tugas. Jangan baca resep baru lagi. Cukup masak satu resep saja. Resep paling gampang: 'Sayur Bening Rasa Syukur'."
Tono: "Bagaimana cara masaknya, Mbah?"
Mbah Jarkoni: "Bahannya? Gampang. Ambil napas dalam-dalam, itu bayamnya. Lihat langit biru di atas, itu kuahnya. Dengar suara anak-anak bermain, itu jagung manisnya. Aduk semua dengan rasa 'terima kasih' yang tulus di dalam hati. Sajikan saat itu juga. Itu sudah jadi masakan. Nyata. Jauh lebih bergizi daripada seribu resep pencerahan yang hanya ada di dalam kepala."
Tono: (Menunduk, lalu menatap segelas air putih di depannya seolah baru pertama kali melihatnya. Ia mengambil gelas itu dan meminumnya perlahan dengan penuh perasaan.) "Nggih, Mbah. Saya akan coba 'memasak' hari ini. Dimulai dari 'Air Putih Kesadaran' ini."
Pitutur Penutup dari Mbah:
Di dunia ini, banyak orang pintar yang kelaparan. Bukan kelaparan karena kekurangan makanan, tapi kelaparan di tengah tumpukan buku resep kebijaksanaan. Mereka tahu segalanya tentang jalan menuju puncak gunung, tapi kaki mereka tidak pernah melangkah mendaki.
Ilmu yang tidak menjadi laku (tindakan) hanyalah perhiasan yang membebani. Ia indah untuk dipamerkan, tapi tidak bisa mengenyangkan perut batin yang keroncongan.
Maka, berhentilah hanya menjadi kolektor resep. Hari ini, pilihlah satu resep paling sederhana—resep sabar, resep syukur, resep welas asih—lalu nyalakan kompor hatimu. Masaklah, walau rasanya belum sempurna. Sebab, sesuap 'sayur bening' yang nyata jauh lebih berharga daripada seribu piring 'rendang' yang hanya ada dalam angan-angan.
👇 Ayo Ngobrol Bareng Mbah!
Kamu tim 'koleksi resep' atau 'langsung masak'? Tekan Like jika kamu juga merasa 'keroncongan', Bagikan ke teman-temanmu yang pintar, dan Komentar di bawah, resep sederhana apa yang mau kamu 'masak' hari ini?
Rahayu... See you... Love You... Semesta ON... 🙏💓
Posting Komentar