Mukadimah : E-Book "The Ultimate Surrender"
Table of Contents
Panggilan Pulang (Sebuah Undangan untuk Meletakkan Bawaanmu)
Untukmu yang sedang membaca ini...
Untukmu, wahai Jiwa yang Lelah.
Mungkin saat ini pundakmu terasa berat, meski kau tidak sedang memikul apa-apa. Mungkin napasmu terasa sesak, meski udara di sekitarmu begitu lapang. Mungkin hatimu terasa gelisah, meski kehidupan luarmu tampak baik-baik saja.
Aku mengenal rasa itu.
Kita semua, para musafir di belantara kehidupan ini, tanpa sadar membawa sebuah ransel jiwa. Sejak pertama kali kita mengenal kecewa, sejak pertama kali kita belajar tentang 'seharusnya', kita mulai mengisi ransel itu.
Kita memasukkan batu-batu bernama 'kemarin'. Kita menyimpan peta-peta usang menuju masa depan yang kita tuntut harus sempurna. Kita mengoleksi topeng-topeng untuk diperlihatkan kepada dunia. Kita menggenggam erat daftar panjang berisi nama orang yang melukai kita dan kesalahan yang tak bisa kita ampuni pada diri sendiri.
Ransel itu kian hari kian berat, hingga kita lupa bagaimana rasanya berjalan dengan langkah ringan. Kita terbiasa dengan pundak yang pegal dan napas yang pendek. Kita mengira, inilah yang dinamakan 'hidup'.
Namun, di kedalaman dirimu yang paling sunyi, ada sebuah bisikan. Sebuah kerinduan akan kelegaan. Sebuah keinginan untuk meletakkan semua bawaan itu, walau hanya sejenak.
Buku ini adalah gema dari bisikan itu.
Ini bukanlah buku yang akan memberimu beban baru berupa teori-teori rumit atau teknik-teknik yang harus kau kuasai. Justru sebaliknya. Ini adalah sebuah undangan untuk melepaskan. Untuk surrender.
Ah, kata surrender... Dalam bahasa kita, ia seringkali terdengar seperti kekalahan. Kepasrahan diidentikkan dengan kelemahan. Keikhlasan dianggap sebagai kepasifan.
Namun, melalui halaman-halaman ini, kita akan menemukan makna sejatinya. Kita akan melihat bahwa surrender bukanlah bendera putih kekalahan; ia adalah pembukaan telapak tangan untuk menerima keluasan semesta. Ia bukanlah tindakan menyerah pada keadaan; ia adalah tindakan menyelaraskan diri dengan arus kehidupan yang Maha Bijaksana. Ia adalah tindakan paling berani dan paling revolusioner yang bisa dilakukan oleh jiwa manusia: berhenti berperang dengan diri sendiri dan dengan realitas.
Di dalam lembar-lembar ini, kau akan bertemu Mbah Jarkoni, seorang bijak tua yang suaranya mungkin adalah suara intuisimu sendiri. Kau akan berjalan bersama Jatmiko, sang jiwa gelisah yang mewakili semua pertanyaan dan keraguanmu. Kau juga akan melihat pecahan-pecahan dirimu dalam wujud Raras yang memeluk luka, Bagus yang diburu cemas, Ningrum yang terpenjara pengetahuan, dan jiwa-jiwa lainnya.
Mereka ada di sini bukan untuk dihakimi, tapi untuk dipahami. Untuk dipeluk.
Maka, anggaplah buku ini bukan sebagai guru, melainkan sebagai seorang sahabat seperjalanan. Seorang teman yang akan duduk bersamamu dalam hening, menemanimu membongkar isi ransel jiwamu satu per satu, dan dengan lembut bertanya, "Apakah batu ini masih ingin kau bawa?"
Ini adalah panggilan untuk pulang. Pulang ke satu-satunya tempat di mana tidak ada beban. Pulang ke dalam dirimu yang sejati, ke ruang hening di balik riuh rendahnya pikiran.
Mari, letakkan sejenak bawaanmu di depan pintu. Halaman pertama telah menanti.
Rahayu... See you... Love you... 🙏💓
Posting Komentar