BAB 16 : E-Book "The Ultimate Surender"

Table of Contents

Misteri Tubuh: Mendengarkan Kebijaksanaan yang Tersimpan dalam Daging dan Tulang

Setelah seharian mencangkul di kebun, Mbah Jarkoni meregangkan punggungnya di bawah pohon nangka. Ia menghela napas panjang dan dalam, sebuah "Haaah" yang terdengar begitu nikmat dan penuh kelegaan. Ia tampak begitu nyaman dan 'pulang' di dalam kulitnya sendiri.

Tidak jauh dari sana, Jatmiko dan Ningrum sedang terlibat dalam diskusi serius.

"Aku merasa kesadaranku itu ada di sini," kata Jatmiko sambil menunjuk keningnya.

"Menurut filsafat Timur," timpal Ningrum, "kesadaran sejati itu bahkan tidak berlokasi, ia melampaui ruang dan waktu..."

Mbah Jarkoni tersenyum mendengar percakapan mereka. Ia menghampiri keduanya. "Kalian berdua sibuk sekali mencari kesadaran di langit dan di dalam buku. Mbah mau tanya," katanya. "Kapan terakhir kali kalian benar-benar menyapa dan mendengarkan tubuh kalian sendiri?"

Jatmiko dan Ningrum saling pandang, tampak bingung.

"Maksudku... punggungku sering sakit, Mbah," jawab Jatmiko.

"Dan aku sering sakit kepala kalau terlalu banyak berpikir," tambah Ningrum.

Bagi mereka, tubuh adalah sebuah objek. Sebuah kendaraan yang kadang-kadang mogok dan perlu diperbaiki.

"Itu bukan mogok, itu pesan," kata Mbah Jarkoni. "Kalian menganggap tubuh kalian sebagai budak yang bodoh atau musuh yang berisik. Kalian tidak sadar, tubuhmu itu adalah guru pertamamu yang paling jujur dan paling bijaksana."

Kisah Sang Penunggang yang Mengabaikan Kudanya

Bagi kebanyakan manusia modern, kita hidup dari leher ke atas. Kita adalah pikiran yang kebetulan punya 'gantungan' bernama tubuh. Kita memaksanya bekerja melampaui batas, menyumpalinya dengan makanan cepat saji, mengabaikan sinyal lelahnya dengan kafein, lalu marah saat ia jatuh sakit atau terasa nyeri.

Kita terputus dari kecerdasan bawaan tubuh kita.

Jatmiko merasakan kecemasannya sebagai serangkaian pikiran yang berputar-putar, tapi ia abai pada fakta bahwa kecemasan itu juga bermanifestasi sebagai simpul di perutnya dan napasnya yang dangkal. Ningrum sibuk menganalisis konsep spiritual, tapi ia tidak sadar bahwa bahunya menegang setiap kali ia merasa 'kurang paham', sebuah sinyal fisik dari perfeksionismenya.

Mereka, seperti kita, adalah penunggang kuda yang begitu sibuk memikirkan tujuan perjalanan, hingga lupa merasakan napas, detak jantung, dan kekuatan kuda yang sedang mereka tunggangi. Padahal, sang kudalah yang lebih tahu kondisi jalan setapak yang sebenarnya.

Tubuh menyimpan memori dan kebijaksanaan yang tidak bisa diakses oleh pikiran logis. Trauma masa lalu tersimpan sebagai ketegangan di jaringan otot. Kebahagiaan sejati terasa sebagai kelapangan di rongga dada. Intuisi seringkali datang bukan sebagai pikiran, tapi sebagai 'gut feeling' atau rasa merinding. Tubuh adalah manifestasi fisik dari pikiran bawah sadar. Ia tidak pernah berbohong.

Petuah Mbah Jarkoni: Tubuhmu Adalah Kompas yang Paling Akurat

"Pikiranmu itu pembohong ulung, Le, Nduk," kata Mbah Jarkoni. "Ia bisa menciptakan seribu satu alasan untuk membenarkan ketakutan. Ia bisa membangun narasi yang meyakinkan untuk membuatmu tetap di zona nyaman."

"Tapi tubuhmu tidak bisa berbohong. Rasa sesak di dadamu saat akan menyetujui sebuah permintaan adalah sebuah 'TIDAK' yang jujur, meskipun mulutmu berkata 'iya' karena tidak enakan. Rasa lega yang menjalari perutmu saat membayangkan sebuah pilihan adalah sebuah 'IYA' yang sejati, meskipun pikiranmu bilang itu tidak masuk akal."

"Selama ini kalian mencoba surrender dengan pikiran. Itu tidak akan berhasil. Penyerahan diri sejati bukanlah melayang keluar dari tubuh menuju alam spiritual. Penyerahan diri sejati adalah surrender masuk ke dalam tubuh. Menghuni setiap selmu dengan sadar. Menjadikan setiap sensasi fisik sebagai pemandu jalan."

"Berhentilah mencoba memahami kehidupan. Mulailah merasakannya lewat pori-pori kulitmu."

Kutipan Sunyi:

“Seorang penyair sufi pernah menulis, ‘Jangan mencari jawaban di langit. Lihatlah ke dalam, seluruh semesta ada di dalam dirimu.’ Dan pintu masuk menuju semesta di dalam itu adalah melalui gerbang tubuhmu.”

Latihan Kontemplatif: Pulang ke Rumah Tubuh

Ini adalah praktik dasar dari meditasi kesadaran tubuh (body scan).

  1. Berbaringlah dengan nyaman, atau duduk jika tidak memungkinkan. Pejamkan mata.
  2. Bawa seluruh kesadaranmu, seperti lampu senter yang lembut, ke ujung jari-jari kakimu. Jangan mencoba mengubah apa pun, cukup sadari sensasi yang ada. Apakah hangat, dingin, kesemutan, atau tidak terasa apa-apa?
  3. Perlahan, gerakkan lampu senter kesadaranmu ke atas: telapak kaki, tumit, pergelangan kaki, betis, lutut. Sapa setiap bagian tubuhmu dalam diam, seolah bertemu teman lama.
  4. Lanjutkan ke paha, panggul, perut, dada, punggung. Sadari naik turunnya perut dan dadamu seirama napas.
  5. Pindahkan perhatian ke bahu, lengan, siku, hingga ke ujung jari-jari tanganmu. Rasakan setiap ketegangan, setiap rasa nyaman.
  6. Terakhir, sadari leher, rahang, pipi, mata, dan puncak kepalamu.
  7. Kamu tidak sedang mencoba memperbaiki atau menganalisis. Kamu hanya sedang 'pulang'. Kamu sedang memberitahu tubuhmu dengan bahasa yang paling ia pahami—bahasa perhatian—bahwa kamu kini ada di sini bersamanya. Kamu mendengarkan.

Afirmasi Surrender

Letakkan kedua tanganmu di perutmu, rasakan kehangatannya. Ucapkan:

"Tubuhku adalah sahabatku dan guruku yang bijaksana. Aku melepaskan kebiasaan untuk mengabaikan dan menghakiminya. Aku memilih untuk mendengarkan bisikan-bisikannya dengan penuh kasih dan hormat."

Panduan "Zero ON Moment"

Gunakan ini setiap kali kamu merasa cemas, pikiranmu melayang jauh, atau kamu merasa terputus dari dirimu. Namanya: Jangkar Tiga Titik.

Di mana pun kamu berada, sadari tiga titik kontak tubuhmu dengan dunia secara bersamaan:

  1. Titik satu: Rasakan telapak kakimu menekan lantai atau sandalmu.
  2. Titik dua: Rasakan punggung atau bokongmu bersentuhan dengan kursi.
  3. Titik tiga: Rasakan kedua telapak tanganmu bertumpu di atas pahamu.

Fokuskan seluruh perhatianmu pada tiga titik sensasi fisik ini selama satu tarikan napas penuh. Teknik ini secara instan menarik kesadaranmu dari labirin pikiran kembali ke realitas fisik saat ini. Momen ketika kamu lebih sadar pada rasa kakimu di lantai daripada pada rasa cemas di kepalamu—itulah Titik Nol-mu. Momen saat kamu kembali 'pulang' ke rumahmu yang paling aman.

Posting Komentar